Selasa, 06 November 2012

Kepada Seorang Bapak di Perempatan


Ada peluit diantara bibir yang sudah gelap itu
Menghantam peluit tangan keatas
Menghantam peluit tangan keatas

Menanti sebuah pahlawan dibalik uang kertas
Atau memang pantas dengan uang receh

Tajam ke kanan tengok ke kiri
Lampu kendaraan yang membuat sakit
Serangan bertubi dari matahari
Membakar lapisan teratas dari kulit

Terlihat tinggi dia merendah
Terlalu menganggap raja atau ratu
Kepada bapak sabarlah
Bapak mulia atas pejabat keparat itu


Adyra Aradea
Cimahi, 2010

Dibakar Waktu

Aku mulai ragu. Menyempit terlilit asa yang membelenggu.

Bersama hatiku yang selalu tertinggal di halamanmu, 

hingga aku yang kalah oleh gerak waktu.

 

Adyra Aradea, 2010

Airmata untuk Pahlawan


aku lihat seorang tua berjalan
berhenti teratur entah apa yang dipikirkan

aku lihat seorang tua melanjutkan perjalanan
terlihat berat, mungkin berat, memang sangat berat
tas yang menggantung di bahu
semakin membuat dia terlihat pendek,
sangat pendek 
tak lebih tinggi dari anak bersaku kuning

aku lihat seorang tua mulai kelelahan
dia duduk, begitu hati-hati
seakan takut duduk diatas makhluk kecil yang sedang berbaris

aku lihat seorang tua itu begitu kelaparan
hanya memakan satu bungkus nasi
mungkin tanpa lauk

aku lihat seorang tua bersedih
semakin tajam kupandangi
terlihat pakaian hijau
bukan sekadar hijau

seorang tua yang berjalan, kelelahan, dan kelaparan
kulihat menahan airmata menjadi veteran yang dilupakan

jangan larang airmataku jatuh
aku baru saja melihat seorang pahlawan

Adyra Aradea, Cimahi 2010

Mata Hati


Seberapa lama aku ingin mencintaimu
Hingga terserap habis senyummu oleh mataku

Semua amarahku luluh
Saat membacamu
Pita suaraku bisa pecah
Seberani aku memakimu

Mencintaimu tak pernah sulit
Mencintaimu sangat mudah

Ketika Tuhan ingin mengambil sepasang mataku
Sampai rautmu seperti hilang bagiku
Dengan mata tertutup
Aku bisa mencintaimu

Adyra Aradea, Cimahi 2011

Warna-Warni Gelap Hitam


Untuk orang yang bukan hanya sahabat
Rizal Maurad

Kau telah membuat semuanya
Seperti pohon-pohon yang meneduhi
Dipayungi mentari yang mengintai
Membuat hijau-hijau tumbuh
Menebar senyum tugas pemetik

Kau bisa mengubah segalanya
Taman menjadi padang gurun
Rerumputan yang mengering
Hama-hama menjamur di hidup
Senyuman terlukai dan tangis menghidupi

Mengartikan langit yang menangis
Bukan untuk ditangisi
Terus ratapi sampai mengerti
Tentang sesuatu datang dan memberi warna

Dan karena kau bisa
Menyentuh pelangi hingga mematahkannya
Berulang-ulang menyusun dan menjatuhkannya
Sabarlah sayang,
aku selalu bisa merangkainya


Adyra Aradea, Cimahi 2011

Akhir

Kepada cahaya yang padat

Dia hanya ingin sedikit hangat

Untuk langit-langit yang ditapaki

Dia hanya ingin berlari

 

Kau meninggikan waktu

Tapi waktu mencintai keterlambatan

Ketika kau berhenti dan gelap

Dia tau kau sangat ingin bergerak

 

Adyra Aradea. Ruang Nirvana

Mei 2011


Eka Ramdani "pun" Pergi


“Ketidakmungkinan hanya ada di sudut-sudut. Sayangnya Galileo membuktikan bahwa bumi itu bulat”.
Siapa yang tidak mengidolakan Eka Ramdani dikalangan bobotoh? Mungkin hanya sedikit bobotoh yang tidak mengidolakannya. Banyak anak kecil yang lahir di Bandung ataupun Jawa Barat telah menerima warisan untuk mencintai Persib. Seringkali ditemukan ketika mereka menonton Persib langsung ke stadion, ataupun di luar pertandingan yang memakai baju bertuliskan di punggungnya “EKA RAMDANI” dan ketika ditanya dengan pertanyaan “Kalau sudah besar, ingin seperti siapa di Persib?” tak sedikit yang menjawab “Ingin seperti Eka.”
Siapa yang meragukan kemampuan Eka Ramdani sebagai otak serangan Persib Bandung? Lagi-lagi saya harus jawab: “Mungkin sedikit”. Eka adalah pemain lengkap. Postur tubuh yang mungil memang anugerah tersendiri dari Sang Pencipta. Kakinya yang pendek tapi gempal dan kekar, sorot mata yang tidak tajam tapi meyakinkan, disanalah semua harapan-harapan masyarakat Bandung dan Jawa Barat. Di kakinya, di otaknya dan di hatinya.
Xavi yang dimiliki Persib, Pirlo yang dimiliki Persib. Begitulah sekilas ketika melihat aksi Eka menerima bola dan membagi bola. Gerrard di Persib, Lampard di Persib. Teringat ketika Eka seringkali melepaskan tembakan keras dan akurat dari jarak jauh. Tidak jarang gol tercipta dari sepakan kerasnya. Jadi siapa yang tidak mengenal Eka Ramdani di komunitas pencinta sepak bola Indonesia?
“Eka, Eka, Eka Ramdani. Eka Ramdani di hati kita.” terdengar lantang dari seluruh sudut-sudut yang tidak tertangkap kamera di stadion. Mereka menyayangi seluruh pemain persib. Dan tidak dapat disangkal Eka selalu mendapat ruang khusus di hati mereka.
“Orang yang kau sayangi. Adalah orang yang paling berpotensi menyakitimu.”Musim demi musim berganti. Persib tetaplah Persib. Biru tetaplah biru. Tapi pemain tidak dapat tertebak akibat profesionalisme. Hingga akhirnya kabar yang tak pernah diharapkan, kenyataan yang tidak pernah terbayangkan terjadi. Eka memilih hengkang dan berbaju oren. Bukan Persija, tapi Persisam. Mengikuti Cristian Gonzales yang terlebih dahulu memantapkan diri menjadi bagian dari sebuah klub asal Samarinda tersebut. Kabar kepergian Eka memang santer sekali setelah dalam beberapa momen, Eka tidak hadir. Dimulai ketika perkenalan tim Eka tidak datang. Walaupun akhirnya datang saat Persib menggelar latihan perdananya. Saat itu Eka tidak ikut berlatih karena mempunyai alasan yaitu cedera saat membela Indonesia melawan Iran. Beberapa kali Eka sempat diwawancara dan menyatakan dia akan tetap di Persib. Mungkin pernyataan Eka itulah yang sangat membuat bobotoh kecewa terhadapnya. Banyak hinaan untuknya dimulai dari dunia internet. Para bobotoh yang sedang asyik menjelajah dunia dengan cara terpraktis itu tercengang melihat berita keresmian Eka berkostum Persisam musim depanTanpa pikir panjang status yang mulanya tentang cinta, keluhan hidup berubah menjadi satu tema “EKA RAMDANI”
Tidak ada yang benar dan juga tidak ada yang salah. Tidak yang bisa dibenarkan dan tidak ada juga yang bisa disalahkan. Ini sepakbola. Turun ke liga hingga kebijakan transfer. Mungkin belum ada alasan dan penjelasan yang bisa Eka sampaikan kepada bobotoh, atau mungkin hanya masalah waktu. Kekecewaan juga dirasakan salah satu pentolan Viking atau organisasi terbesar pendukung Persib, Yana Bool. “Perlu diingat kita pendukung Persib, bukan pendukung Eka Ramdani” kata Yana. Semua yang ditakutkan sudah terjadi, semua mimpi buruk menjadi kenyataan. Tidak perlu disesalkan terlalu larut kepergian Eka. Persib bukan seutuhnya Eka, begitupun sebaliknya. Loyalitas Eka yang terlanjur dibanggakan bobotoh tinggal cerita lama. Eka bisa dikatakan calon legenda yang memilih melupakannya. Itu semua pilihan. Kita tidak bisa memaksakan hati yang sudah tidak seratus persen untuk klub. Tersimpan potensi-potensi binaan Persib yang bisa lebih segalanya dari Eka. Eka sudah pergi, tapi tidak dengan bobotoh. Mereka tetap tinggal dan selalu ada untuk Persib.
“Eka, Eka, Eka Ramdani. Eka Ramdani di hati kita.” Nyanyian semangat tersebut sekarang dipastikan hilang di stadion untuk kompetisi musim ini, mungkin seterusnya ketika Eka tidak akan pernah kembali lagi membela Maung Bandung.
Kebersamaan sulit terjadi ketika tidak ada persamaan kepentingan. Itu jalan pilihan Eka. Dan tidak berpengaruh terhadap nama besar Persib.
Selalu sukses untuk Persib dan Eka!


Ditulis oleh Adyra Aradea Febriana, 2011